|
Rute Ciawi-UKI |
Senang rasanya bisa merasakan secara nyata hasil kebijakan yang positif dari pemerintah.. (busyet, dalem banget..hehe). Sebagai warga Sukabumi yang "ngumbara" (kalau istilah wang awak: merantau), saya sangat berkepentingan dengan akses Sukabumi-Bogor-Jakarta. Setidaknya dalam perjalanan umbaraan saya, pernah lah ngalamin masa jaya-jayanya bus Sukabumi-Jakarta, seperti jurusan Kampung Rambutan, Pulo Gadung, Bekasi, Kalideres, dsb.
|
bus Sukabumi-Kalideres |
Dulu setiap bus-bus dengan rute-rute tersebut dipastikan akan melakukan transit di Cawang, tepatnya depan kampus UKI. Jadi buat saya yang bertolak dari Cicurug, mau naik bus rute manapun sama saja, karena pasti akan melewati UKI (tujuan saya Rawamangun dan pulo Gadung). Sampai akhirnya ada kebijakan larangan bagi bus-bus tersebut untuk transit di UKI. Entah apa alasannya yang jelas cukup merepotkan dan sangat memukul ritme perjalanan yang biasanya ditempuh. Jadi, bus Pulo Gadung ya harus langsung ke Pulo Gadung (direct jalan tol exit di Gudang Garam/Cempaka Putih). Untuk bus Bekasi ya harus langsung ke Bekasi, dan sebagainya. Untuk sementara tiada alternatif lain kalau mau menuju ke atau balik dari Pulo Gadung, kecuali harus ke terminal Pulo Gadung, meski masih ada harapan yaitu terminal bayangan di depan pengadilan (Cempaka Putih).
Sampai suatu musim, muncullah alternatif yang bernama "omprengan" dengan jurusan UKI-Ciawi atau sebaliknya. Di daerah lain omprengan ini kadang diberi istilah "taksi gelap", ya mirip-mirip lah. Mobil omprengan tiada lain adalah mobil-mobil pribadi atau ex travel yang disulap menjadi mobil angkutan umum, tapi dengan pelat hitam. Tarif waktu itu adalah 10 ribu rupiah per penumpang, baik melalui Bogor atau direct ke Ciawi. Keberadaan omprengan tentu cukup melegakan bagi para penumpang seperti saya yang membutuhkan akses menuju Ciawi.
|
calon penumpang omprengan |
Karena saya dijodohkan dengan si Vantrend, maka untuk beberapa waktu saya tidak pernah lagi menggunakan angkutan umum, termasuk si ompreng tadi. Tapi namanya juga manusia, tak akan pernah luput dari yang namanya "pengalaman baru". Saat si VT ngadat, tentu tak ada jalan lain kecuali kembali ke habitat asli...hehehe..
Sudah sekian waktu saya tahu bahwa ada alternatif lain menuju Ciawi selain menggunakan si ompreng, yaitu armada bus APTB yang adalah singkatan dari Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway. Nah, Minggu pertengahan November ini adalah kesempatan saya untuk mencicipi APTB. Setelah turun dari angkot 02 jurusan Cicurug-Sukasari, saya menuju ke seberang lampu merah pasar Ciawi yang didepannya sudah berbaris beberapa armada bus AKAP, diantaranya ada yang biru-biru bertuliskan APTB.
|
Bus APTB |
Tak lama setelah saya duduk di salah satu seat, si APTB langsung meluncur menuju tujuan. Cukup kaget karena seat hanya terisi penumpang tak lebih dari 1/4 nya. Wow, GPL ngetemnya! beda sama si ompreng, sang teman lama. Menjelang masuk pintu tol, sang kernet langsung memberi isyarat kepada penumpang untuk menyiapkan ongkos. Tarifnya tak jauh dari si ompreng, yaitu 14 ribu rupiah. Kalau diukur harga ongkos dengan kondisi armada bus, rasanya cukup istimewa lah.
|
Suasana kabin bus APTB |
Tapi yang menambah rasa "ekslusif" nya adalah setelah menarik uang ongkos, si kernet memberikan bukti bayar yang tak biasanya, yaitu semacam struk debit card dari mesin gesek (EDC alias Electronic Data Capture). Lha..keren banget saya pikir. Karena selama ini semua angkutan walaupun DAMRI sekalipun masih menggunakan bukti bayar manual yaitu lembaran karcis/tiket mini. Dalam struk itu tertera nominal "Rp. 14" yang menurut saya adalah mewakili kilo/ribu, artinya Rp. 14.000 per penumpang.
|
bayar ongkos dikasih struk EDC |
Setelah menerima struk, pikiran saya melayang ke mana-mana. Saya berfikir, bagaimana ya sistem kerjanya. Penumpang bayar cash, terus dikasih struk. Kalau kita belanja di toko/merchant yang ada EDC nya kan masuk akal, kita kasih kartu debit/kredit milik kita, terus digesek, selanjutnya sejumlah rupiah akan terpotong dari rekening bank kita. Nah ini kan berbeda, yang terpotong seolah-olah dari rekening milik APTB nya. Atau bagaimana, kagak ngarti dah....hehehe
Tapi yang jelas, saya sangat apresiasi terhadap sistem yang dibangun untuk APTB ini (entah dari satu PO tertentu saja, atau seluruh APTB menerapkan ini). Ada upaya otomatisasi yang baik dalam menejemen keuangannya, hingga ke transaksi terkecil, yaitu "mungut ongkos". Belum lagi bicara soal ketepatan waktu dan kondisi armada yang oke. Hal ini sangat menjadi inspirasi buat saya bahwa untuk konsumen, tak perlu banyak aturan yang memusingkan, tapi cukup berikan pelayanan terbaik, maka hati mereka akan kepincut alias nyantol seawet-awetnya. Harapan saya, mudah-mudahan pelayanan dari APTB yang sudah baik ini dapat dipertahankan dan mungkin ditingkatkan. Sukses untuk APTB.
Nah itulah pengalaman pertama saya pakai APTB dari Ciawi ke UKI... bagaimana dengan sodara-sodara yang pernah mengalaminya, tentu kita akan mendapatkan "rasa yang berbeda-beda". Selamat menemukan pengalaman Anda..!